Tingkat Okupansi Hotel di Mataram Anjlok, Ribuan Pekerja Terancam Nganggur
Suara Mataram – Okupansi hotel di Mataram terus merosot, membuat ribuan pekerja menghadapi ketidakpastian. Asosiasi Hotel Mataram (AHM) mencatat, lebih dari 1.000 tenaga kerja—termasuk pekerja kontrak dan daily worker—sudah tidak dipanggil lagi karena sepinya hunian.

Efisiensi Anggaran dan Dampaknya
Kebijakan efisiensi yang diterapkan pemerintah dinilai sebagai faktor utama turunnya okupansi hotel. Ketua AHM, I Made Adiyasa Kurniawan, mengungkapkan bahwa kegiatan pemerintah yang biasanya berkontribusi pada tingkat hunian kini nyaris tidak ada.
“Event pemerintah pun tidak ada, sehingga banyak pekerja kontrak dan harian yang sudah tidak diperpanjang. Semua hotel sudah melakukan ini,” ujarnya pada Kamis (12/6/2025).
Adiyasa menjelaskan bahwa para pekerja yang terdampak umumnya berasal dari sektor housekeeping, food service, dan food production, yang kini terpaksa menganggur. Namun, ia menegaskan bahwa mereka belum termasuk kategori Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), karena masih berpotensi dipanggil kembali saat hotel membutuhkan tenaga kerja.
Baca Juga : Jadi Ini Alasannya Wisatawan Ramai ke Bali tapi Hotel Sepi
Penurunan Okupansi Drastis
Sejak awal tahun 2025, okupansi hotel di Mataram terus merosot hingga di bawah 30 persen. Angka ini jauh lebih rendah dibandingkan tahun lalu yang mencapai 50-60 persen.
“Biasanya, triwulan pertama okupansi mulai naik, tetapi tahun ini terus menurun akibat minimnya event. Awalnya kami berharap okupansi meningkat di bulan keempat hingga keenam, tetapi kenaikannya sangat sedikit,” jelas Adiyasa.
Harapan untuk Kebangkitan Industri
Pembina dan Penasihat Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) NTB, I Gusti Lanang Patra, mengungkapkan bahwa dampak pemangkasan anggaran bisa mencapai 50 persen bagi sektor jasa akomodasi.
Industri perhotelan kini berharap pemerintah daerah mengalokasikan anggaran untuk mendukung event lokal maupun domestik yang dapat membantu meningkatkan okupansi hotel.
“Kami sangat berharap Pemprov NTB dan Pemkot Mataram menyisihkan anggaran untuk kegiatan di sektor akomodasi. Jika tidak, kondisi ini bisa semakin parah,” tandas Adiyasa.