Harga Tomat Tembus Rp 40 Ribu di Mataram, Warga Keluhkan Sulit Buat Sambal

Suara Mataram – Harga tomat di Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), melonjak tajam hingga menembus Rp 40 ribu per kilogram. Kenaikan drastis ini dikeluhkan warga karena mempersulit mereka dalam memasak sambal khas Lombok, seperti beberok dan plecing kangkung, yang berbahan dasar tomat.
“Biasanya Rp 20 ribu itu sudah dapat satu kilogram. Sekarang Rp 5 ribu cuma dapat tiga buah tomat kecil,” kata Mukaromah, warga Mataram, Kamis (3/7/2025). Ia mengaku terpaksa mengurangi porsi sambal karena harga tomat yang tak masuk akal.
Warga lainnya, Anggi Lestari, menyebut kondisi ini sangat menyulitkan masyarakat Lombok yang sehari-hari tak bisa lepas dari sambal. “Makan tanpa sambal itu kayak nggak makan. Apalagi plecing kangkung dan sambal terasi, itu wajib ada tomat,” ujarnya.
Anggi berharap harga bisa kembali normal agar masyarakat dapat menikmati makanan khas daerah seperti biasanya. “Sekarang harga tomat sudah di atas Rp 40 ribu. Semoga segera turun,” harapnya.
Dari sisi pedagang, kondisi ini juga menyulitkan. Siti, pedagang di Pasar Pagesangan, menyebut kenaikan harga dipicu oleh faktor cuaca dan minimnya pasokan dari luar daerah. “Cuaca jelek, katanya dari pengepul. Jadi semua harga naik,” ujarnya.
Pedagang lainnya, Nia, mengaku hanya mengambil stok tomat dalam jumlah kecil karena khawatir tidak laku dan cepat busuk. “Kalau kami jual murah, rugi. Tapi kalau mahal, nggak ada yang beli. Serba salah,” ucapnya.
Baca Juga : Harga Cabai Tembus Rp 90 Ribu di Mataram, Pedagang Batasi Penjualan
Tomat Langka di Pasar Mataram, Pemerintah Ungkap Dua Penyebab Utama
Pemerintah Kota Mataram membenarkan bahwa krisis harga tomat terjadi karena minimnya pasokan dari luar daerah serta gagal panen di beberapa titik. Kepala Bidang Bapokting Dinas Perdagangan Mataram, Sri Wahyunida, menjelaskan bahwa tomat dari Jawa dan Bali tak lagi masuk ke Mataram seperti biasanya.
“Pasokan dari luar daerah seperti Jawa dan Bali tidak masuk. Di sisi lain, terjadi gagal panen dari petani lokal. Itu menyebabkan tomat langka dan harganya melonjak tajam,” ungkapnya.
Kondisi ini turut memicu inflasi daerah. Kepala BPS NTB, Wahyudin, menyebut tomat dan cabai rawit menjadi penyumbang utama inflasi bulan Juni 2025 sebesar 0,60 persen.
“Inflasi kita kali ini terutama dari kelompok makanan, minuman, dan tembakau. Yang paling berkontribusi adalah tomat dan cabai rawit,” katanya.
Pemerintah daerah diharapkan segera mencari solusi, seperti menstabilkan distribusi dan membuka akses pasokan antarwilayah untuk menekan harga bahan pokok penting, terutama tomat.