
Sewa Alat Berat, Diduga Korupsi Mantan Pejabat BPJP NTB Diperiksa Bersama Istri
Suara Mataram. Mataram – Terkait dugaan korupsi sewa alat berat Mantan Kepala Balai Pemeliharaan Jalan Provinsi (BPJP) Wilayah Lombok, Ali Fikri, bersama istrinya diperiksa oleh Polresta Mataram.
AKP Regi Halili, Kepala Satreskrim Polresta Mataram, menyatakan pihaknya memeriksa Ali dan istrinya usai kontraktor Muhammad Efendi mengaku langsung mentransfer uang sewa ke rekening istri Ali.
“Kami dalami benar atau tidaknya informasi tersebut,” kata AKP Regi pada Rabu (4/6/2025).
Sementara itu, Ali Fikri membantah telah menerima uang sewa melalui istrinya untuk kepentingan pribadi.
Polresta Mataram tengah menyelidiki dugaan korupsi sewa alat berat milik BPJP Wilayah Lombok di bawah Dinas PUPR NTB. Penyidik Tipidkor Satreskrim Polresta Mataram memeriksa mantan Kepala BPJP, Ali Fikri, dan istrinya.
Kontraktor Muhammad Efendi diduga menyetor uang sewa langsung ke rekening istri Ali Fikri, bukan ke kas daerah. Padahal, uang hasil penyewaan seharusnya menjadi pendapatan asli daerah (PAD) Pemerintah Provinsi NTB.
Baca Juga : Polisi Sita Ekskavator Kasus Korupsi Sewa Alat Berat di Dinas PUPR NTB
Polisi Dalami Bukti Transfer dan Dokumen Kontrak
AKP Regi Halili, Kepala Satreskrim Polresta Mataram, mengatakan bahwa pihaknya memeriksa Ali dan istrinya setelah Efendi mengaku mentransfer uang sewa ke rekening istri Ali. Meski begitu, polisi belum langsung percaya dan masih mendalami kebenaran pengakuan tersebut.
“Ini masih kami sinkronkan. Masih kami mencari bukti-bukti kaitan dengan bukti transfer dan lainnya,” ujar Regi, Rabu (4/6/2025).
Dalam pemeriksaan, Ali membawa dokumen terkait kontrak sewa . Namun, penyidik menemukan perbedaan signifikan antara dokumen milik Ali dan yang ada di kantor BPJP
“Yang bersangkutan membawa dokumen sewa berdurasi 25 jam. Sementara dokumen yang kami terima dari dinas menunjukkan durasi 125 jam,” jelas Regi.
Selain durasi, terdapat pula perbedaan tanda tangan kontraktor.
Ali Bungkam, Alat Berat Hilang
Usai pemeriksaan, Ali Fikri enggan memberikan keterangan kepada awak media dan hanya menjawab singkat dengan bahasa Sasak, “Tidak ada.”
Selain alat yang hilang, uang sewa selama tiga tahun juga tidak tercatat masuk ke pendapatan daerah, memicu dugaan kuat adanya praktik korupsi.